Berlabuh

9:30 PM

Pernah suatu masa, sang Nahkoda tersenyum gembira. Dia seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ya, sebuah pulau! Sang Nahkoda menyuruh awak kapal untuk segera bersiap menuju ke Pulau tersebut, untuk berlabuh. Dikira sang Nahkoda, di sana lah dia akan mengakhiri hidupnya. Di Pulau yang tak terjamah itu. Pikirnya, daripada terus berlayar tidak tentu arah, lebih baik berlabuh dan membangun kehidupan di Pulau itu. Gejolak ombak menerpa kapal berkali-kali. Namun pada sang Nahkoda tidak terbesit sedikit pun rasa khawatir. Dia percaya bahwa kapalnya kokoh dan tangguh. Dilihatnya sendiri kapal itu dibuat dari kayu dan besi pilihan.

Tapi ternyata pulau itu tidak dekat. Meski dalam teropongnya terlihat jelas, perlu waktu untuk mencapainya. Badai yang mengamuk, ombak yang menggila dan awak kapal yang melemah dan mulai menyerah tidak mengurungkan niat sang Nahkoda untuk berlabuh, memijakkan kakinya di tanah. Hari demi hari telah berlalu. Kali ini sang Nahkoda mulai meragui keberadaan pulau itu. Terlalu lama untuk digapai, terlalu banyak rintangan. Apakah pulau itu hanya sebuah fatamorgana? Apakah aku bermimpi? sang Nahkoda bertanya pada dirinya. Awak kapal berkumpul, bersorak bukan gembira tapi ingin sang Nahkoda untuk mengurungkan niatnya. Dilihatnya lagi pulau itu melalui teropongnya. Masih ada, hanya saja mengecil dan semakin mengecil. Itu pulau yang ingin dituju, tapi setelah perhitungan bintang untuk menentukan arah, bukannya mendekat justru malah menjauh. Apakah langit tidak mengizinkanku berlabuh di sana?

Demi memutuskan ketidakpastian, sang Nahkoda berseru "Kita kembali berlayar, hingga benar-benar kita temukan pulau yang terbaik untuk berlabuh!". Pelayaran itu dimulai kembali. Masih dengan tujuan yang sama, untuk berlabuh. Tapi kali ini berlabuh di pulau yang pasti, dengan izin langit dan semesta.

Kapal dengan bendera berlambang hati itupun terus berlayar......

You Might Also Like

0 Comment(s)