Marhaban Yaa Ramadhan!

9:49 PM

Well, it's time of the year again...

Marhaban Yaa Ramadhan!

There are lots of changes happened in the past one year. But, Alhamdulillah that I still have the chance to welcome another Ramadhan. Ramadhan this year will still be in the same circumstances as last year's. We have to fast for approx. 19 hours since it's currently summer. So yeah, that means another 5 kilos less on my scale :D But of course that is not the essence of Ramadhan. It's just a bonus point ;)

So, tomorrow begins the holy month of Ramadhan. And this year I have to fast alone. Yes. I will be having my sahur and iftar alone. This is my first time ever fasting far away (4-hours-drive away, to be exact) from home. As Ramadhan is not something that really common in Germany, you can not really feel the vibes of Ramadhan. And sadly I only have the chance to go home, when I'm finish with exams. Until then, I have to fast alone. Which wouldn't be a problem for me, I guess. Because I'm pretty good at waking up early. So I will manage to eat sahur on time, hopefully.

I have been making some changes in the previous months. I ponder a lot during my time alone here in Halle. I need to figure out lots of things in my life. Such as goals, dreams, plans, etc. And one thing I'm sure is that I want to be a better person. Better in every way. More devoting to God and become a better person with good personalities.

I believe during Ramadhan, I can devote myself even more to God. Trying to do whatever He likes, learn more about my believe and alongside, I just want to be grateful and appreciate everything.

Happy Fasting!

Pasrah

2:13 PM

Tulisan ini bukan sebuah curahan hati atau another halaman di buku diary. Ini kisah seseorang yang memilih untuk pasrah. Seperti yang kita tahu, kita diharuskan berusaha, berdo'a dan setelah itu baru pasrah/tawakkal. Dia yang telah melewati berbagai lika-liku kehidupan akhirnya memilih untuk pasrah. Selama hampir dua tahun hidupnya selalu membelakangi realita. Mungkin dia menjalani kehidupan sesuai realita, tapi dalam hatinya masih percaya bahwa ini bukan kehidupannya. Dia masih dengan angan-angannya yang mungkin kita bisa bilang sedikit 'maksa'. Selama hampir dua tahun itu lah dia selalu bersedih, depressed dan suffering. Dan pada akhirnya dia memutuskan untuk pasrah. Dia menyerahkan segalanya kepada Allah s.w.t. Kenapa? Alasannya hanya satu. Dia ingin bernafas kembali.

Selama hampir dua tahun itu dia hidup dengan menentang keputusan-Nya. Buatnya tuhan itu tidak adil. Setiap harinya hanya diisi dengan meratapi hidupnya yang tidak sesuai angan-angan dan cita-citanya. Entah sudah berapa ribu kali kata "What If" dan "Seharusnya kan" diucapkan. Semakin dia melihat sekeliling semakin dia membeci kehidupannya yang sekarang. Tapi semua itu berubah. Cukup dengan waktu 2 bulan, dia bisa merelakan segalanya. Dan dia merasa bisa bernafas kembali. Dia sudah tidak lagi bertahan dengan angan-angannya yang mungkin memang bukan jalannya atau belum saatnya terjadi. Dia relakan semua yang dia inginkan di kehidupan ini. Dia hanya ingin menjalani kehidupan seperti yang ada. Dia memilih untuk menerima kenyataan. Prinsip hidupnya sekarang adalah berusaha, berdo'a dan tawakkal.

Dan kepada Allah saja hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar beriman.” (QS. Al-Ma’idah: 23)

Berlabuh

9:30 PM

Pernah suatu masa, sang Nahkoda tersenyum gembira. Dia seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ya, sebuah pulau! Sang Nahkoda menyuruh awak kapal untuk segera bersiap menuju ke Pulau tersebut, untuk berlabuh. Dikira sang Nahkoda, di sana lah dia akan mengakhiri hidupnya. Di Pulau yang tak terjamah itu. Pikirnya, daripada terus berlayar tidak tentu arah, lebih baik berlabuh dan membangun kehidupan di Pulau itu. Gejolak ombak menerpa kapal berkali-kali. Namun pada sang Nahkoda tidak terbesit sedikit pun rasa khawatir. Dia percaya bahwa kapalnya kokoh dan tangguh. Dilihatnya sendiri kapal itu dibuat dari kayu dan besi pilihan.

Tapi ternyata pulau itu tidak dekat. Meski dalam teropongnya terlihat jelas, perlu waktu untuk mencapainya. Badai yang mengamuk, ombak yang menggila dan awak kapal yang melemah dan mulai menyerah tidak mengurungkan niat sang Nahkoda untuk berlabuh, memijakkan kakinya di tanah. Hari demi hari telah berlalu. Kali ini sang Nahkoda mulai meragui keberadaan pulau itu. Terlalu lama untuk digapai, terlalu banyak rintangan. Apakah pulau itu hanya sebuah fatamorgana? Apakah aku bermimpi? sang Nahkoda bertanya pada dirinya. Awak kapal berkumpul, bersorak bukan gembira tapi ingin sang Nahkoda untuk mengurungkan niatnya. Dilihatnya lagi pulau itu melalui teropongnya. Masih ada, hanya saja mengecil dan semakin mengecil. Itu pulau yang ingin dituju, tapi setelah perhitungan bintang untuk menentukan arah, bukannya mendekat justru malah menjauh. Apakah langit tidak mengizinkanku berlabuh di sana?

Demi memutuskan ketidakpastian, sang Nahkoda berseru "Kita kembali berlayar, hingga benar-benar kita temukan pulau yang terbaik untuk berlabuh!". Pelayaran itu dimulai kembali. Masih dengan tujuan yang sama, untuk berlabuh. Tapi kali ini berlabuh di pulau yang pasti, dengan izin langit dan semesta.

Kapal dengan bendera berlambang hati itupun terus berlayar......

We are the virus

12:42 PM

This is not a movie review or anything. This is just a humble opinion from one of the 7 Billion Earthlings.

Have you ever seen Kingsman? You know the villain called V, the one was played by Samuel L. Jackson? He come out with the theory why our earth is sick (global warming,wars and etc.) and the solution for it, if you watch the movie, that he planned to kill human race and left a small amount from 7 billion, whom he believes has great potential.

V believes that these people will create another civilized civilization.

In order someone to get better, one must kill the virus that causing the sickness. Am I right? And for V, earth is sick and the virus is us, human. So he tried a genocide in order to kill the virus. Does his theory really wrong? I believe no. We, humans are causing the destruction of earth.

NO, I don't agree with genocide. My point is that everything has to start from the human itself. Despite the technology and modernization we still have to look at ourselves. The only way to heal the world is by increasing awareness and humanity inside the human. Humans are too greedy.