Raya/Lebaran!

10:24 PM

Selamat Hari Raya everyone!

This year's Ramadhan had a different feeling. After a month devoting myself to god, praying even harder, reciting Qur'an oftener and doing only good deeds, I feel like I'm ready to become a better person. I think I graduated from this training with a flying color. I really hope that during Ramadhan I built a tons of good habit.

And now it's Syawal. And it also means RAYA or LEBARAN or Eid Fitr! This year would be another year of celebration far away from what-so-called home, Indonesia. Even tough I have my family here, Raya or Lebaran without the whole complete family is still incomplete. The day before Raya I was pretty sad. Listening to all time fave Lagu Raya (Raya song) in Malaysia, I cried. I miss the Raya vibe both in Indonesia and Malaysia. It just feels so much different here. We did celebrate Eid, we did have ketupat and opor (signature dish in hari raya) here. But without my granpa, aunties, uncles, cousins and other relatives, it still feels empty though I have a lot of friends here.

A year ago, I was very excited. I have never celebrated Eid in a country, which muslims are only minority. Turned out, it's just another gathering with Eid prayer as opening. I really used with the idea of celebrating Eid for the whole month of Syawal. In Malaysia they celebrate Eid or they having Raya for the whole month. Or the idea of family gathering and doing halal bi hahal (catching up with one another) having to see new cousins, nephew and eating lots of yummy foods. And here in Germany, we did celebrate Eid. But only on the 1st Syawal (or 2nd as well perhaps, depends on which day is the 1st syawal) but with friends who we already considered as a family.

But it's okay. At least we are still able to watch Ramadhan coming and going. And we still able to celebrate Eid fitri and do the prayer. Alhamdulillah.

Taqobballahu Mina Waminkun. May Allah accept all our ibadah.

Best Regards from Hamburg.

Aku cinta

8:42 AM

Cinta.
Otakku selalu menghubungkan kata cinta dengan bayang dirimu.

Aku cinta. Aku cinta.
Kata sakral yang sering diucapkan, tetapi sarat akan makna. 

Aku pernah berkata cinta.
Dalam diam dan riuh.
Dalam tangis dan tawa.

Lalu dia mempertanyakan
Cinta kah kau?
Aku bilang aku cinta.

Tapi baginya tidak.
Aku terlalu jauh
Aku terlalu hina
Aku terlalu salah.

Lalu tak ku ucapkan lagi cinta.
Biar waktu yang membuktikan
Biar takdir yang menentukan.

Besok, lusa, dan seterusnya aku tetap cinta.

This is my life, I run the show!

6:49 PM


Banyak banget yang bilang kalo hidup itu harus sesuai apa yang kita mau. Karna itu hidup kita, bukan orang lain. Jadi orang lain tidak punya hak untuk menentukan ini-itu di dalam kehidupan kita. Benarkah? Mengapa aku tidak merasa begitu? 

Mungkin di dunia barat prinsip ini berlaku. Contoh saja Jerman. Anak ketika sudah mencapai 18 tahun, mereka sudah berhak atas diri mereka sendiri. yang berarti, mereka sudah bisa memilih untuk diri sendiri serta bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Setelah 18 tahun, anak-anak di Jerman biasanya kuliah dan tinggal sendiri. Kebanyakan dari mereka bekerja untuk makan sendiri. Singkatnya setelah 18 tahun, mereka cabut dari rumah.

Sekelas dengan orang dari berbagai penjuru dunia ( emang dunia ada penjurunya?), aku sering ditanyai hal yang buatku itu biasa tapi buat mereka sangat lah aneh. "Kalau di Indonesia, kalau orang tuanya tidak setuju jadi tidak boleh menikah? Kok begitu? Kan yang mau menikah bukan orang tuanya!" Aku cuma bisa tersenyum. Ya! di Indonesia dan kebanyakan budaya timur, prinsip 'This is my Life, I run the show!' itu tidak berlaku. Ada banyak faktor yang membuat prinsip ini terlihat seperti 'rebel'. 

Faktor pertama buatku adalah, adat istiadat. Di timur, orang tua adalah elemen terpenting. Karna kita percaya bahwa jika mereka setuju, maka semuanya akan berjalan dengan baik. Yang ini mungkin orang barat masih bisa terima dan mengerti. Mereka paham kalau kekeluargaan itu penting di timur. Tapi, ada satu hal yang aku kurang setuju, orang tua yang selalu memilihkan untuk anaknya. Mereka bilang mereka sudah makan banyak asam garam dan tau yang terbaik untuk anaknya. Alasan itu buatku sama sekali tidak valid, mungkiin untuk beberapa hal tapi tidak semua. Dan ketika si anak merasa tidak setuju, mulailah mengalir kata-kata seperti 'Keras kepala, tidak mau mengikuti kata orang tua' dan 'durhaka, karna tidak mau mendengarkan orang tua'. Tapi ketika kita berbicara tentang agama, yaitu islam. 'Ridha Allah s.w.t adalah Ridha Orang Tua', maka semua yang ditulis sebelum dua kalimat terakhir paragraf ini akan lenyap.

Faktor kedua adalah lingkungan. Di Indonesia orang itu perduli dengan kata-kata orang lain. Beda dengan di barat. Mereka tidak perduli apa kata orang. I live my Life with my way!. Kadang untuk melakukan hal yang berbeda  dari  biasanya (walaupun masih dalam konteks yang baik), orang tidak berani. Karna mereka takut orang-orang akan berkata macam-macam.

Banyak yang berkata, bahwa di Deathbed banyak orang menyesal karna tidak melakukan semua sesuai keinginannya dulu. Apakah di deathbed setiap orang Indonesia menyesal?

For me personally, aku sudah mencoba menyuarakan prinsip ini. 'This is my life, I run the show!'. Tapi gagal. Would I be regretful on my deathbed?

Intinya?

Do you run your own show?

Rumah

1:32 PM


Aku tidak pernah sebelumnya merasakan Homesick. Buatku orang yang mengatakan bahwa dia sedang Homesick adalah orang yang berlebihan. Bagaimana bisa seseorang sangat merindukan suatu tempat yang dipanggilnya rumah? It's just a place.

Tapi presepsi itu berubah ketika aku meneteskan airmata karena aku rindu rumahku. Apakah aku merindukan Indonesia? Ya, tapi aku meneteskan airmata bukan untuk Indonesia. Maaf. Yang aku panggil rumah adalah tempat dimana aku tumbuh besar. Mulai dari fase anak-anak hingga remaja hingga dewasa. Tidak sedikit hal yang aku pelajari disana. Aku meneteskan airmataku untuk Kuala Lumpur. Terlalu banyak kenangan indah yang dipetik disana.

Sudah setahun satu bulan aku tidak menginjakkan kaki di Kuala Lumpur. Sudah setahun satu bulan aku meninggalkan hatiku disana. Sudah setahun satu bulan aku tidak menghirup udara disana. Dan setelah satu tahun satu bulan ini, aku mulai meneteskan airmata.

Aku rindu berada disana.